BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah mukjizat
terbesar diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. melalui makaikat perantara
malaikat Jibril a.s. keberadaan al-Qur’an di tengah-tengah kita merupakan
petunjuk bagi kita yang di dalamnya tidak ada keraguan sedikitpun di hati
orang-orang beriman. dari setiap ayatnya, setiap kalimatnya bahkan setiap
hurufnya adalah firmannya Allah SWT.
Al-Qur’an yang ada di
rumah Tuhan kita yang terdiri dari kurang lebih 6666 ayat bukanlah hal yang
sedikit. lalu timbul pertanyaan, bagaimana Al-Qur’an yng terdiri dari 6666 ayat
itu dapat terkumpul ? secara logis tidak masuk ayat karena pada zaman nabi dan
para sahabat terdahulu belum ada alat atau teknologi yang mampu menyimpan atau
merekam data dan kita ketahui juga bahwa nabi Muhammad SAW itu buta huruf dan
tidak dapat membaca.
Tulisan ini mencoba
menjelaskan pertanyaan di atas. semoga tulisan ini dapat menambah wawasan kita
dan lebih mencintai kitab suci kita Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
Di kalangan ulama,
terminologi pengumpulan al-Qur’an memiliki dua konotasi : konotasi penghafal
al-Qur’an dan konotasi penulisannya secara keseluruhan.
A.
Proses Penghapalan Al-Qur’an
Kedatangan wahyu merupakan
sesuatu yang di rindukan Nabi, sehingga, begitu wahyu datang, nabi langsung
menghapal, memahami dan menyampaikanknya dengan demikian, Nabi adalh orang
pertama kali menghapal Al-Qur’an yang kemudian diikuti oleh para sahabat.
sekitar 7 orang sahabat Nabi yang terkenal dengan hapalan Al-Qur’annya. yaitu
Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Mi’qol, Muadz bin Sabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid
bin Tsabit, Abu Zid bin As-Sakan dan Abu Darda. sedangkan dari kalangan
wanitanya adalah ‘Aisyah, Hafsah, Ummu Salah, dan Ummu Wasaqah.
B.
Proses Penulisan Al-Qur’an
- Pada Masa Nabi
Pada Masa Nabi Al-Qur’an
di tulis secara khusus oleh sekretaris pribadi beliau seperti Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Abban bin Said, Khalid bin Al-Walid, dan muawiyyah bin Abi Sufyan.
prosesd penuisannya sangat sederhana, mereka menggunakan alat tulis sederhana
berupakan lantara kayu, pelepah kurman, tulang belulang dan batu.
Selain di lakukan oleh
sekretaris Nabi, penulisan Al-Qur’an juga di lakukan para sahabat lainnya.
sebagaimana yang telah di riwayatkan oleh Muslim yang artinya :
“Janganlah
kamu menulis sesuatu yang berasal darikut, kecuali Al-Qur’an, barang siaa telah
menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya” (H.R. Muslim)
Di antara faktor yang
mendorong penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi adalah :
·
Mem-back up Hafalan yang telah di lakukan oleh Nabi dan para sahabatnya
- Pada masa Khulafa’ al-Rasyidin
a.
Pada masa Abu Bakar
Pada dasarnya seluruh
Al-Qur’an sudh di tulis pada waktu Nabi masih ada dan orang yang pertama kali
menyusunnya dalam satu mushaf adalah Abu Bakar Ash Shiddiq. oleh karena itu Abu
Abdillah al-Muhasibi berkata dalam kitabnya. faham as-Sunnah penulisan
Al-Qur’an bukanlah suatu yang baru. sebab Rasul pernah memerintahkannya. hanya
saja saat itu tulisan al-Qur’an berpencar-pencar pada pelepah kurma. batu halus
kulit, tulang unta, dan bantalan dari kayu, Abu Bakar kemudian berinisiatif
menghimpun semuanya. usaha pengumpulan tulisan Al-Qur’an yang di lakukan Abu
Bakar terjadi setelah perang yamamah pada tahun 12 H. Peperangan yang bertuuan
menumpas habis para pemurtad yang juga para pengikut musalamah al-Kadzdzab itu
telah menjadikan 700 orang sahabat penghapal al-Qur’an syahid, kawatir akan
semakin hilangnya para penghapal al-Qur’an, sehingga kelestarian Al-Qur’an juga
ikut terancam, Umar datang menemui Kholifah pertama, Abu Bakar agar segera
menginstruksikan pengumpulan al-Qur’an dari berbagai sumber baik yang tersimpan
di dalam hafalan maupun tulisan.
Zaid bin Tsabit, salah
seorang sekretaris Nabi Berdasarkan riwayat Al-Bukhori (Kitab Fadhil al-Qur’an
BAB III dan BAB IV : Kitab al-ahkami BAB XXXVII) Mengisahkan bahwa setelah
peristiwa berdarah yang menimpa sekitar 700 orang penghafal Al-Qur’an. Zaid di
minta bertemu Abu Bakar turut hadir dalam pertemuan itu Umar bin Khattab. Abu
Bakar membuka pertemuan itu dengan mengatakan Umar telah mendatangiku dan
mengatakan bahwa perang yamamah telah berlangsuung sengit dan meminta sejumlah
Qori’ al-Qur’an. aku khawatir hal ini akan meluas kepad para penduduk kalau
demikian, akan banyak penghafal al-Qur’an, kemudian Abu Bakar berkata kepada
Zaid kau adalah seorang laki-laki masih muda dan pintar, kami tidak menuduh
mu (cacat mental). dahulukan menulis
wahyu untuk Rasulullah (sekarang) lacaklah Al-Qur’an bagi Zaid, tugas yang di
percayakan khalifah Abu Bakar kepadanya bukan hal yang ringan.
Dalam melaksanakan
tugasnya, Zaid menetapkan kriteria yang
ketat untuk setiap ayat yang di kumpulkan, ia tidak menerima ayat yang
hanya berdasarkan hafalan, tanpa di dukung tulisan, kehati-hatiannya
diriwayatkan Al-Bukhori hingga aku temukan akhir surat at-Tahubah (9) pada
tangan Abu Khumaizah al-Anshari, ungkapannya itu tidak menunjukkan bahwa akhir
surat At-Taubah (9) itu tidak mutawatir, tetapi lebih menunjukkan bahwa hanya
Abu Khumaizah al-Anshari yang menulisnya. Zaid dan para sahabat lainnya juga
menghafalnya, tetapi tidak memiliki tulisannya.
Pemahaman Ibnu Hajar
tentang Syahidin sedikit berbeda dengan apa yang ditangkap As-Sakhawi (W.643 H)
As-Sakhawi memandang bahwa syahidain artinya catatan sahabat tertentu mengenai
ayat tertentu, ayat tertentu yang di sodorkan sahabat dapat menerima jika
memiliki 2 saksi yang memberikan kesaksian bahwa catatan itu memang di tulis di
hadapan Nabi.
Pekerjaan yang di bebankan
ke pundak Zain dapat di selesaikan kurang lebih satu tahun, yaitu pada tahun 13
H. di bawah pengawasan Abu Bakar, Umar dan para Tokoh sahabat yang lainnya,
tidak syah lagi ketiga tokoh yang di sebut-sebut dalam pengumpulan al-Qur’an
pada masa Abu Bakar. yakni Abu Bakar, Umar dan Zaid, mempunyai peranan yang
sangat penting Umar yang terkenal terobosan-terobosan jitunya menjadi pencetus
ide itu, tentunya punya arti tersendiri, Zaid sudah tentu mendapatkan
kehormatan besarkarena ia di percaya menghimpun kitab suci al-Qur’an yang
memerlukan kejujuran. ketelitian, Kecermatan, dan Kerja keras. Kholifah Abu
Bakar sebagai decision maker menduduki porsi tersendiri tak berlebihan bila Ali
bin Abi Thalib memujinya dengan :
Artinya : “Semoga Allah merahmati Abu Bakar ia orang
yang pertama kali mengambil keputusan mengumpulkan kitab Allah”
Setelah sempurna, kemudian
berdasarkan musyawarah. tulisan Al-Qur’an yang sudah terkumpul di namakan Mushaf.
Setelah Abu Bakar wafat,
Suhuf-suhuf al-Qur’an itu di sampaikan khalifah Umar ketika Umar wafat, Mushaf
itu di simpan Hafsah, bukan oleh Utsman bin Affan sebagai Kholifah yang
menggantikan Umar. timbul pertanyaan mengapa mushaf itu tidak di serahkan
kepada kholifah, setelah Umar ? Umar memberikan kesempatan kepada enam sahabat
bermusyawarah memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi Kholifah.
Kalau Umar memberi mushaf
yang ada padanya kepad salah seorang di antara enam sahabat itu. ia khawatir
hal tersebut diinterpretasikan sebagai dukungan kepada sahabat yang memegang
mushaf. pada hal Umar memberikan kebebasan sepenuhnya kepada enam sahabat itu
untuk memilih di antara mereka yang layak menjadi kholifah. Ia menyerahkan
muskhaf itu kepada khofsoh yang lebih dari layak memegang muskhaf yang sangat
bernilai. terleih lagi, ia adalah istri nabi yang sudh menghafal al-Qur’an
secara keselurahan.
b.
Pada masa Utsman bin Affan
Penjelasan tradisional
berupa Hadits Nabi yang di riwayatkan Al-Bukhori, tentang dasar yang
menyebabkan di ambil langkan selanjutnya dlam menetapkan bentuk al-Qur’an
menyiratkan bahwa perbedaan-perbedaan serius dlam Qira’at (cara membaca)
al-Qur’an terdapat dalam salinan-salinan Al-Qur’an yang ada pada masa Utsman
bin Affan di berbagai wilayah.
Satu prinsip yang mereka
ikuti dalam menjalankan tugas ini adalah bahwa dalam kasus kesulitan bacaan,
dialek Quraisy, suku dari mana Nabi berasal harus di jadikan pilihan.
keseluruhan Al-Qur’an di revisi dengan cermat dan dibandingkan dengan suhuf
yang berada di tangan Hafshah, serta di kembalikan kepadanya ketika resensi
al-Qur’an selesai di garap.
Dengan demikian, suatu
naskah otoritotif (absah) Al-Qur’an yang sering juga di sebut mushaf Utsman, telah
di tetapkan sejumlah salinannya di but dan di bagikan ke pusat-pusat utama
daerah Islam.
Az-Zarqoni mengemukakan
pedoman pelaksanaan tugas yang di emban oleh Zaid bin Tsabit sebagai berikut :
a) Tidak menulis dalam mushaf,
kecuali telah di yakini bahwa itu adalah ayat Al-Qur’an, yang di baca Nabi pada
pemeriksaan Jibril dn tilawahnya tidak mansukh.
b) Untuk menjamin ke tujuh huruf
turunnya Al-Qur’an di tulis mushaf bebas dari titik dan syakal.
c) Lafazh yang tidak di baca
dengan bermacam-macam bacaan di tulis dengan bentuk unik, sedangkan lafazh yang
di baca dengan lebih satu Qira’at di tulis dengan rosm yang berbeda tiap-tiap
mushaf.
d) Berkaitan dengan terjadinya
perbedaan mengenal bahasa, di tetapkan bahasa Quraisy yang di gunakan karena
Al-Qur’an di turunkan dalam bahasa tersebut.
Sebuah riwayat menjelaskan
bahwa perbedaan cara membaca Al-Qur’an ini terlihat pada waktu pertemuan
pasukan perang Islam yang datang dari Irak dan Syiria. sementara mereka yang
datang dari Syam (Syiria) mengikuti Qira’at Ubal bin Ka’ab.
Mereka yang berasal dari Irak membacanya sesuai
dengan Qira’at Ibnu Mas’ud.
Riwayat lain yang di
keluarkan dari Abu Qulabah menjelaskan bahwa pada masa Kholifah Utsman, seorang
guru mengajarkan Qira’at tokoh tertentu.
Mengenai Jumlah pasti
Naskah standar yang di buat dn tempat-tempat pengirimannya, satu salinan di
simpan di Madinah dan salinan-salinan lain di kirim di kota-kota Kuffah,
Basrah, dan Damaskus, serta mungkin juga ke Mekkah.
Salinan-salinan Al-Qur’an
yang ada sebelumnya yakni sebelum adanya resensi Utsman di beritakan telah di
Musnahkan, sehingga teks seluruh salinan Al-Qur’an yang akan di buat pada
masa-masa selanjutnya di dasarkan pada naskah-naskah standar tersebut.
Utsman memutuskan agar
mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf yang memenuhi persyaratan berikut :
1. Harus terbukti mutawatir,
tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad
2. Mengabaikan ayat yang
bacaannnya di naskh dan ayat tersebut tidak di yakini di baca kembali dihadapan
nabi pada saat-saat terakhir
3. Kronologi surat dan ayat
seperti yang di kenal sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang
susunan suratnya berbeda dengan mushaf Utsman.
4. Sistem penulisan yang
digunakan muhsaf mampu mencukupi Qira’at yang berbeda sesuai dengan
lafadz-lafadz Al-Qur’an ketika turun.
5. Semua yang bukan termasuk
Al-Qur’an di hilangkan, misalnya yang di tulis di mushaf sebagian shahabat yang
mereka juga menulis makna ayat atau penjelasan nasikh-mansukh di dalam mushaf.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas penulis
menyimpulkan bahwa proses pengumpulan Al-Qur’an terbagi menjadi dua yaitu
proses penghapalan Al-Qur’an dan penulisan Al-Qur’an.
1. Proses penghapalan Al-Qur’an
pertama kali dimiliki oleh Rasulullah SAW yang selanjutnya juga dihafal oleh
sahabat dan sahabiah. mereka telah menghafalkan seluruh al-Qur’an dan
membacakannya di hadapan Nabi.
2. Proses penulisan Al-Qur’an
Pada masa Nabi Penulisan
Al-Qur’an ditugaskan khusus kepada sekretaris pribadi beliau. prosesnya
menggunakan alat tulis yang sangat sederhana seperti lontasan kayu, pelepah
kurma, tulang belulang, dan batu. penulisan ini dilakukan untuk mem-backup
hapalan Nabi dan para sahabat karena di khawatirkan mereka lupa dan sebagian
mereka sudah wafat.
Pada masa Khulafaur
Rasyidin Penulisan Al-Qur’an memiliki perbedaan. pada masa Abu Bakar penulisan
Al-Qur’an di lakukan karena Khawatir sirnanya Al-Qur’an dengan syahidnya
beberapa penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah. sedangkan pada masa Khalifah
“Utsman bin Affan dilakukan karena terjadinya banyak perselisihan di dalam cara
membaca Al-Qur’an.
Selain itu pada masa Abu
Bakar, Al-Qur’an yang terpencar pada pelepah Kurma, kulit, tulang, batu, dalam
bentuk tulisan di kumpulkan.
Sedangkan Utsman
melakukkannya dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dan tujuh
huruf.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Bin Muhammad Abu
Syahbah al-Madkhali li Darasat al-Qur’an al-Karim, Maktabah as-Sunnah Kairo,
1992, hal. 19 – 20
Ibid, hlm. 20
Azanina Al-Qaththan,
Mabatits li Alum al-Qur’an mansyarat al-Ashr hadits, ttp. 1973, hal. 21
Abu Syahboh, Op.Cit. hal. 2
Syahbah, OP.Cit. hal. 236. al-Qathtan. Op.Cit.
hal. 118
Tidak ada komentar:
Posting Komentar